Senin, 16 Juni 2008

Belacan Jadi Idola,
Menikah Jadi Pilihan

Bagi penikmat film Ayat-ayat Cinta, tentu ingat satu momen di awal cerita, saat Fachri cs menerima kiriman dari Indonesia. Gembira dan bersorak. Ternyata momen seperti ini, juga menjadi bahagiaan dari kehidupan mahasiswa Riau yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Al Azhar, Mesir.

Memakan ongkos jutaan rupiah plus transit pesawat di tiga negara sebelum sampai di Kairo, jelas Riau adalah negeri yang jauh jaraknya bagi mereka.

Celakanya, justru saat berada jauh dari kampung halaman, rindu akan masakan Bunda makin kuat menggoda. Saat stok habis, penghar­apan utama adalah menunggu kiriman tiba. Menjadi momen seru ketika hampir sebagian besar mahasiswa Riau yang tinggal satu asrama menanti penuh harap. Dan, wow, belacan adalah di antara titipan utama yang mereka tunggu-tunggu!

Biasanya kalau ada teman yang dapat kiriman, belacan tak pernah lupa. Nanti makannya ramai-ramai. Disini sulit sekali mendapatkan belacan. Kalau ada, itu pun di rumah-rumah makan Padang yang dikelola mahasiswa Indonesia. Jadi disini juga ada rumah makan Indonesia. Tapi datang kesana waktu ada rezeki saja," kata Hermi, mahasiswa asal Riau dalam wawancara via internet dengan Pekanbaru Pos.

Ada rumah makan Padang, nun jauh di negeri seberang, jelas tarifnya beda jauh. Cukup mahal untuk ukuran kantong mahasiswa asal Riau. Karena tidak semuanya berasal dari kalangan berada. Beasiswa dari daerah adalah harapan terbesar mereka untuk kebutu­han pendidikan dan hidup sehari-hari.

"Disini hidup harus pintar-pintar berhemat. Kiriman beasiswa dari daerah, kadang cukup untuk bayar kuliah, beli buku dan hidup beberapa waktu. Karena itu, untuk menyewa tempat tinggal, ya cari yang murah-murah saja. Makan pun sederhana. Kalau ada rezeki, baru bisa duduk di rumah makan Padang. Itupun yang dicari, bela can sama rendang," katanya.

Hermi menceritakan, untuk mempererat persaudaraan, antara mahasiswa Indonesia dari berbagai Provinsi selalu memiliki organ­isasi kemahasiswaan sendiri di Mesir. Mahasiswa Indonesia pun dinilai termasuk pendatang yang paling disenangi. Karena kebersa­maan, kekompakan dan persaudaraannya.

"Namun untuk mengatakan apakah mahasiswa Riau di Mesir, seper­ti Fachri di Ayat-ayat Cinta, saya tidak berani. Karena karakter masing-masing orang berbeda. Namun Fachri di film itu, cukup mewakili sedikit karakter mahasiswa Indonesia yang saat ini sedang kuliah di Mesir. Namanya juga di negeri orang, tentu kita harus ramah dan tawaduk sama semua orang," kata Hermi.

Sebagaimana novel dan filmnya, dalam kehidupan nyata, ternyata ada mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Al Azhar Mesir, menikah di negeri para nabi tersebut. Menghindari fitnah, adalah salahsatu alasan utama mereka.

Untuk hal tersebut, Hermi awalnya enggan untuk berkomentar. Baginya tidak ada yang salah dengan menikah kendati masih kuliah. Asal sudah akil baligh, disetujui orangtua dan merasa mampu, tidak ada yang salah dengan sebuah pernikahan. Apalagi, sebagai­mana kata Fachri di Ayat-Ayat Cinta, dalam Islam memang tak ada yang mengenal kata pacaran.

"Yang dilakukan oleh Fachri dalam film tersebut juga terjadi di sini. Setahu saya, ada dua mahasiswa asal Riau yang akhirnya menikah dengan penduduk Mesir. Sekarang sudah punya anak dan buka usaha di sini. Kalau pernikahan antara sesama mahasiswa Riau, juga ada. Kemarin baru saja ada mahasiswa Riau yang melangsungkan pernikahan. Alhamdulillah acaranya berlangsung lancar," kisah Hermi.

Menurutnya, pernikahan di kalangan mahasiswa Indonesia di Mesir, biasanya berlangsung sederhana namun tak menghilangkan kemeriahaan acara. Kendati orangtua tidak hadir di acara pernika­han, namun semarak acara tetap bisa dinikmati setiap tamu undan­gan.

"Biasanya akad nikah diwakili oleh wali nikah, karena orangtua mereka tak datang ke Mesir. Yang terakhir kemarin, mengadakan acara pernikahan dengan menggunakan baju Melayu yang dikirim dari Riau. Acaranya, Alhamdulillah ramai. Ada yang ber-zapin, pantun dan baca puisi. Karena setiap ada mahasiswa yang menikah, maka teman-temannya yang satu organisasi akan hadir semua. Begitu pula dengan organisasi daerah lainnya. Jadi rasa persaudaraan di sini sangat terasa sekali," jelasnya.

Pernikahan di kalangan mahasiswa, menurut Hermi, bukanlah hal yang luar biasa untuk diperbincangkan. Namun sebuah pilihan private guna menjalankan kewajiban sesuai dengan syariat Islam.
Meski terlihat masih sama-sama muda karena masih berstatus maha­siswa, namun pernikahan di kalangan mahasiswa Al Azhar Mesir diyakini sebagai berkah dan takdir terbaik dari Allah SWT.

"Saya rasa tak perlu lebih jauh kita bicarakan hal ini, karena ini persoalan jodoh dan takdir Allah semata. Pernikahan adalah sebuah rahmat. Daripada terjadi fitnah, memang lebih baik lang­sung menikah saja. Biasanya setelah menikah, para mahasiswa ini tinggal satu apartemen. Dan melanjutkan kuliah seperti biasa. Jadi memang tak ada mengenal kata pacaran di sini," ujarnya.

Satu-satunya pengaruh akibat menikah di kalangan mahasiswa adalah beasiswa yang diputus oleh daerah. Hermi mengatakan, setiap mahasiswa Riau mendapatkan beasiswa pendidikan dari kabu­paten mereka masing-masing. Ketika pernikahan jadi pilihan, kuliah bisa tetap dilanjutkan namun beasiswa dihentikan oleh daerah.

"Meski beasiswa dihentikan, setahu saya belum ada mahasiswa Riau yang kembali pulang ke Indonesia akibat tak bisa melanjutkan kuliah. Jadi seperti yang saya katakan tadi, pernikahan di kalan­gan mahasiswa Al Azhar adalah sebuah jalan terbaik menghindari fitnah. Karena di sini, yang kita lakukan adalah jihad untuk menuntut ilmu. Dan jika tamat kuliah, akan kembali untuk ikut membangun Riau," katanya.

0 komentar: