Selasa, 05 Agustus 2008

Mitos dan Realitas Profesi Wartawan


Kamera tak pernah bisa dipisahkan dari profesi wartawan. Dari balik lensa kecil ini, bisa terbuka semua fakta dunia. Hanya satu klik saja, lensa kecil ini bisa bicara dan tampilkan kejujuran mengalahkan jutaan kata-kata kebohongan
Memiliki profesi 'kuli tinta' memang tidak mudah tapi sebenarnya cukup menyenangkan karena memiliki banyak relasi. Bagi beberapa kalangan yang kurang memahami profesi ini akan beranggapan bahwa menjadi seorang wartawan tidak menguntungkan dan tidak memiliki masa depan yang cerah.
Selama ini masyarakat awam hanya mengetahui bahwa sosok wartawan dibatasi oleh sebagai penulis berita dan sumber gosip. Padahal sosok wartawan hanya bisa diselami melalui pergaulan dengan para pelakunya sendiri. Sehingga banyak mitos yang mengungkapkan tentang profesi 'kuli tinta' ini. Tidak ada salahnya anda simak beberapa mitos dibawah ini tentang wartawan dan kenyataan yang sebenarnya.


Wartawan sering dikatakan sosok yang menakutkan. Biasanya orang yang takut pada wartawan adalah ‘public figure’ atau lembaga perusahaan yang memiliki kasus jelek, sehingga mereka khawatir jika kasusnya ‘terendus’ wartawan bisa mencemarkan dan menjatuhkan nama baiknya. Memang tidak bisa dipungkiri kalau selama ini ada beberapa oknum yang membuat wartawan ditakuti oleh narasumber. Tetapi pada kenyataannya, banyak wartawan yang menjunjung kode etik jurnalistik. Kini wartawan sudah lebih santun dalam menghadapi sumber dan menuangkan berita. Bahkan tidak sedikit wartawan yang terus menjalin hubungan baik dengan narasumbernya.

Wartawan bisa menulis apa saja. Salah satu hal yang menyebabkan wartawan menjadi sosok yang menakutkan adalah karena wartawan dianggap bisa menulis apa saja yang didengar dan dilihatnya. Pada kenyataannya, dengan mengacu pada kaidah dan kode etik jurnalistik wartawan tidak bisa seenaknya menuliskan berita. Untuk menurunkan sebuah berita, terutama yang menyangkut informasi suatu kasus, wartawan harus mengkonfirmasikan kebenaran informasi tersebut pada sumber yang dapat dipercaya. Jika berita yang ditulisnya melenceng dari fakta yang sebenarnya, bisa menjatuhkan kredibilitas wartawan dan media yang bersangkutan.

Wartawan selalu minta amplop. Anggapan seperti ini adalah mitos yang paling populer di masyarakat. Wartawan dianggap selalu meminta sejumlah uang pada setiap sumber yang diwawancarainya. Wartawan juga selalu mengharapkan amplop dari panitia liputan acara. Memang ada sebagian wartawan yang bermental demikian, tapi tentu saja tidak bisa ‘dipukul rata’. Di masa sekarang, dengan semakin meningkatnya tingkat kemapanan media massa, praktek meminta ‘amplop’ pada sumber berita sudah bukan jamannya lagi.

Wartawan selalu urakan. Selama ini wartawan memang identik dengan busana kumal, mengenakan jaket atau rompi, menenteng kamera dan rambut acak-acakan. Memang ada beberapa wartawan yang berpenampilan seperti itu, tetapi semua itu disesuaikan dengan kondisi. Apabila mereka harus meliput berita tentang kebanjiran atau kebakaran, pasti akan terlihat aneh jika harus mengenakan sepatu yang mengkilap dan busana stelan trendy. Kini wartawan yang rata-rata berpendidikan tinggi, apalagi bekerja di media yang cukup terkenal, pasti akan membedakan mana penampilan yang cocok untuk di lapangan dan mana penampilan di acara-acara resmi. Penampilan mereka belakangan inipun terlihat lebih rapi dan intelek.

Mitos mengatakan bahwa wartawan manusia sakti. Wartawan disebut manusia sakti karena selama ini wartawan terkesan mudah dalam menembus rumitnya birokrasi, seperti melenggang masuk saat menghadiri pertunjukkan musik, hiburan, bahkan menonton film terbaru di bioskop. Padahal sebetulnya, wartawan itu tidaklah sakti. Mereka bisa melenggang masuk ke tempat-tempat yang semestinya ‘bayar’, karena para wartawan sudah mengurus ID card atau tanda masuk untuk menjalankan tugas. Tanpa ID card, wartawan pun tidak diijinkan masuk, sama halnya dengan orang yang tidak membeli karcis.

Ada mitos yang mengatakan bahwa wartawan bekerja 24 jam. Selama ini wartawan dianggap tidak memiliki jam kerja yang jelas dan harus siap ditugaskan kapan saja. Karena itu banyak yang menganggap wartawan bekerja selama 24 jam penuh. Padahal wartawan juga manusia biasa yang butuh istirahat. Jika urusannya sudah selesai wartawan bisa pulang ke rumah dan istirahat dengan tenang. Tetapi memang, jika mendekati ‘deadline’ wartawan harus siap memenuhi deadline meskipun harus bekerja sampai larut malam.

Beragam mitos yang beredar tentang profesi wartawan maka menunjukkan keunikannya. Sehingga profesi ini semakin diminati oleh kalangan muda yang dinamis dan kritis.Bagi ada yang memiliki minat besar dan kualitas di bidang ini, sebenarnya tidak sulit untuk mengembangkan karir di dunia ini. Apalagi banyak peluang kompetisi yang luas dan sehat bagi anda yang memang ingin menggelutinya secara serius. Jadi jangan pernah menganggap bahwa profesi wartawan tidak bisa diandalkan untuk masa depan, karena dari dunia kerja ini, anda bisa memiliki networking yang cukup luas. Tetapi semua itu bisa anda raih dengan keuletan dan kegigihan dalam menjalaninya. Semoga berhasil.(Ini pesan yang baik dari sahabat jurnalis di sebuah sisi lain bumi pertiwi ini...thanks u...)

0 komentar: