Sabtu, 04 September 2010

Buat Ibu, Wanita Tercantikku...

Aku mau berkata dengan mata berbeda, mata hatimu
Lebih dekat, lebih dekat. Merapat. Aku mau mengaku dosa

Aku mau bercerita tentang dosaku pada ibuku
Biasanya sebelum lisanku berkata, air mata sudah semburat hendak melompat
Aku tak pernah siap, untuk meratap-ratap
Tapi kata mereka ini hari Ibu
Semua sudah menulis tentang Ibu mereka,
Sedangkan aku, selalu menangis saat hendak merangkai cerita
Karna itu, aku memilih untuk berbisik saja
Melalui huruf kurangkai dalam tulisan. Dalam kata-kata

Dulu, waktu ku masih mungil
Ibu ku adalah malaikat duniaku yang masih kecil. Paling tercantik, paling terbaik
Ibu sering memasak ditungku kayu, yang tingginya melebihi kepalaku. Lalu Ibu menggendongku ditangan kiri, tangan kanannya memegang sendok kayu diatas perapi. Mengaduk makanan makan malam kami. Dari racikan ubi. Ibu tersenyum: ''Nak, kita akan makan enak malam ini''

Kuingat, sering ibuku mandi air mata karna degilku. Tali pinggang melayang, saat durhaka dengan kata-kata sembarang. Bukan kata-kata anak surau. Setelah itu, ibu menangis jauh lebih pedih, jauh lebih perih dari tangis sakitku yang tak seberapa. Apalah aku. Selalu juara menipu ibu.

Beranjak sedikit remaja, ku pilih untuk tinggalkan ibu tercantik sedunia-ku. Dikejauhan dengan alasan mencari ilmu, tapi tetap saja durhaka-ku. Menambah-nambah dusta. Menambah-nambah malu. Menambah-nambah kelaku. Tapi bibir Ibu tak pernah kelu berkata:
''Nak, ibu selalu rindu membelai rambutmu. Putri ibu yang pandai merayu''
Huh, durhakaku semakin mendera batin.

Kupilih kembali didekat Ibu, saat tak ada lagi tempat mengadu
Lelah menuntutku kembali pulang
Namun lagi-lagi, aku mengulang kisah Malin Kundang
Hingga Ibu berkali-kali menangis hebat
Hebatnya, tangis ibu berakhir senyuman
Senyuman dari ibu tercantik,senyum terbaik
''Nak, semoga engkau bahagia,
ada atau tiada ibu memelukmu nantinya''
Bugh..Huks..! Aku langsung sekarat

Kuingat jejak rekam langkah Ibu, dalam hari-hari tuanya merajut usia
Usia senja. Usia renta. Aku punya catatan, untuk tiap langkah durhaka yang pernah aku lakukan

Inilah Ibuku, Ibu tercantik se dunia
Dimulai dari Subuh menghadap tuhannya, berdoa untuk aku anaknya
Sebelum mentari memberi hangat, ibu sudah berkeringat
Mencari rezeki, dari helai demi helai, koin demi koin
Siang dalam penat, ibu tak pernah sempat terlelap
Hingga malam, ibu tak mengenal istirahat
saat tersadar, dini hari ibu masih bercengkrama dengan kerja
Kerja tak mengenal ruang keluarga
dan aku lelap dengan senyum hangatnya

Hingga kini, aku masih durhaka
Masih sering menertawakan Ibu dalam tangisnya
Huff..Kawan, aku tak mau lagi lanjut berbisik
Seperti biasa, bulir-bulir airmata durhaka itu mulai buat ulah
Hendak melompat-lompat seolah tak mau mengalah

Inilah musim cinta dan musim taubat
Tenggelamkan hasrat dan nafsu yang tak bersurat
Ibu aku rindu hangatmu itu

Diwajah tuamu yang mulai senja. Rambutmu yang mulai memutih
Tanganmu yang tak lagi mulus. Guratan tubuhmu yang mulai layu
Peluhmu yang menyatu tubuh. Sungguh, aku kini sedang mengaduh
Aku tak butuh hari Ibu, karna aku rindu Ibu disetiap hariku

0 komentar: